Pages

Saturday, August 9, 2008

Ketika obat tidak hanya dari dokter

Obat itu ...
Harus punya karakter, harus terbukti aman, harus terbukti berkhasiat. Bagaimana obat bisa sampai ke tangan pasien? Hoho.. itu perjalanan yang teramat panjang. Oleh karena itu farmasi, sesungguhnya adalah industri riset, siapa yang unggul riset dialah yang menang di pasar. Itu untuk jangka panjang. Aspek yang lain adalah distribusi dan teknologi produksi. Mengenai distribusi dan strategi marketingnya obat, rekan saya menjelaskannya dengan cukup rinci (di bisnisfarmasi.wordpress.com).
Obat itu, ...
Bisa berasal dari diri sendiri. Tubuh dapat mengobati dirinya sendiri. Ini sempat terbukti, ketika saya memar bengkak (bukan karena KDRT lho, tapi karena benturan saat naik motor), karena tidak bisa beli trombop*** akhirnya dikompres saja dengan air hangat, dan dibiasakan bergerak, akhirnya sembuh juga. Atau secara homeopati, terapi dengan obat-obatan dalam konsentrasi yang sangat kecil yang bisa menstimulasi tubuh untuk memperbaiki dirinya sendiri. Di samping itu, banyak orang percaya dan banyak dokter menasihati untuk mengobati penyakit yang bersumber dari pikiran terlebih dahulu, baru tubuh akan mengikuti ke arah kesembuhan.
Hal yang berbasis pada kekuatan sugesti ini dibuktikan oleh cerita nyata berikut. (maaf, saya lupa mencatat nama n detailnya, jadi saya misalkan saja, yang jelas mah dari india).
Tersebutlah sepasang suami istri yang hendak mengunjungi anak-menantu nya di New delhi. Hal ini menjadi masalah karena saat itu di bombay sedang musim semi, dan banyak bunga mengalami penyerbukan, sang istri sangat alergi terhadap serbuk bunga ini. Namun ketika itu, mereka memaksakan untuk berangkat karena suatu hal. Akhirnya ketika mendekati pendaratan pesawat, sang istri sudah mulai menampakan reaksi alergi.
Dan ketika mendekati pintu keluar pesawat, sang istri sudah hampir pingsan. Pramugari menanyainya, “Maaf, apakah istri anda memerlukan perawatan?” sang suami menjawab, “ Maafkan, istri saya alergi serbuk bunga musim semi di new delhi ini.” Kemudian pramugari itu menjawab, “Tetapi kita belum sampai di New delhi, ini di bombay, apakah kalian tidak mendengar tadi bahwa pilot pesawat mengatakan bahwa karena kendala di mesin pesawat kita berhenti dulu disini sebelum ke New delhi.”
Sang istri yang turut mendengar perkataan pramugari ini mendadak berubah normal, dan respon alergi yang dialaminya berkurang. Semenjak itu, sang istri tidak lagi mengalami alergi musim bunga.
Obat itu ...
Apakah mungkin berupa jamu? Label ‘jamu’ merupakan jalan singkat tanaman obat menjadi konsumsi terapi pasien. Namun tidak lantas menjadi setara dengan obat, hanya pengalaman (bukti empirik) yang meyakinkan jamu dapat menjadi sarana terapi. Jika telah terbukti efek-keamanannya melalui uji pra klinis (pada hewan) serta bahan baku dan prosesnya terstandar, maka jamu dapat naik derajat menjadi ‘herbal terstandar’, kemudian jika sudah melalui uji klinik (pada manusia) dan terstandar, maka ia menjadi ‘fitofarmaka’.
Penggolongan ini hanya ada di Indonesia lho..
apakah Indonesia bermaksud mempersulit diri? Saya rasa ini hanyalah salah satu alasan untuk meningkatkan kualitas obat bahan alam dari Indonesia. Terutama karena Indonesia adalah megacentre hayati kedua setelah brazil, jadi tentu dengan adanya penggolongan ini, bahan alam yang ada dapat lebih terfasilitasi untuk menjadi lebih populer.
Saat ini sertifikasi fitofarmaka mengacu pada standar internasional, namun belum diakui secara internasional, jadi tetap, jika ingin mengekspor jamu dari Indonesia harus mengacu pada standar yang ditetapkan oleh negara yang dituju. Demikianlah menurut ketua BPOM, Bpk. Sampurno.
Untuk senyawa yang diisolasi, dimurnikan dari tanaman obat, kemudian menjalani uji sebagai mana layaknya obat, sehingga diketahui memiliki karakter fisiko kimia, farmakologi, dan biofarmasi maka ia dapat disebut sebagai obat, dan sudah selayaknya masuk Farmakope, misalnya kafein dari kopi, vinkrastin dan vinblastin dari tapak dara, atau kinin dari kina.
Sementara sediaan jamu, herbal terstandar, maupun fitofarmaka bisa berupa simplisia (tanaman obat yang dikeringkan), ekstrak, maupun fraksi dari ekstrak tanaman obat. Terdapat beberapa opini umum mengenai jamu dan sediaan bahan alam yang keliru ingin saya coba jelaskan sebagai berikut :
  1. Fitofarmaka sekalipun, belum tentu lebih ampuh dari ekstrak maupun seduhan langsung dari simplisianya. Label fitofarmaka hanya menunjukkan bahwa sediaan tersebut sudah melewati uji praklinis dan klinis sehingga terbukti efek dan keamanannya
  2. Obat bahan alam bukan berarti tidak memiliki efek samping atau toksisitas. Terdapat beberapa tanaman obat pada dosis tinggi menyebabkan efek samping, misalnya daun salam untuk hipertensi jika dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan konstipasi, bunga rosel dengan vitamin C dosis tinggi berbahaya untuk penderita maag, getah pada gel lidah buaya dapat menyebabkan efek laksatif jika dikonsumsi berlebih, mahkota dewa perlu diperlakukan sedemikian sehingga tidak menyebabkan gatal atau alergi di lidah maupun kulit
  3. Sediaan seduhan atau rebusan tanaman obat tidak melulu harus bentuk kering dan utuh. Untuk menyeduh tanaman obat sebaiknya dalam bentuk segarnya (matang, utuh dan bersih), sehingga menghindari oksidasi atau rusaknya kandungan kimia dalam tanaman obat karena sinar matahari dan pemanasan. Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan jik a tanaman sulit diperoleh di kemudian hari. Bentuk serbuk lebih baik dari pada bentuk utuhnya karena akan meningkatkan bidang kontak dengan pelarut sehingga proses penyarian lebih efektif
Obat itu...
Suatu keniscayaan terhadap penyakit yang belum ada metode penyembuhannya. Penyakit itu bisa singgah di jiwa, pikiran, dan jasad. Waspadailah penyakit jiwa, karena ia dapat mengundang banyak penyakit lain.
Pernyataan berikut juga perlu dicermati, di dalam jasad yang kuat terdapat jiwa yang kuat. Saya kira itu adalah hubungan timbal balik.. dengan menjaga fisik melalui olahraga bisa menjaga semangat, membuat jiwa kita tidak mudah patah. Dan dengan menjaga jiwa kita tetap kuat kita juga termotivasi untuk pula tawazun atau seimbang dalam menjaga kesehatan fisik. So, let’s keep ourselves healthy!
Health is not everything, but everything is meaningless without health. Apa sakitmu? Saya bukan dokter, tapi seringkali diri kita sendirilah yang paling tahu apa obatnya dan yang bisa membuka pintu kesembuhan.




2 comments:

Olá sou Adrielle, mãe, mineira, casada e apaixonada pela vida. said...

Visite meu blog.

www.vivendoaoextremo.blogspot.com

Beijos e abraços!

Lesly Septikasari said...

hm..ga usah dibuka deh website di atas..