Pages

Sunday, April 27, 2008

Home to Campus


Tak terasa waktu 2 minggu berlalu tanpa posting. Baru dapat input setelah beberapa kesibukan yang menyita waktu, jadi belum sempat disharing. So, i've decided to re-make some writing.. Tulisan ini saya buat tahun lalu, namun fenomena ini mungkin masih terasa saat ini, jadi saya pikir masih cukup nyambung untuk ditampilkan di sini.

.............................

Suatu pagi, menuju kampus bersama adikku tersayang.

‘Ban motornya pecah, Teh. Isi dulu ya, telat ga?’

Karena ingin menghemat ongkos, jadi ikut nungguin

Eh ternyata sampai kampus baru setelah1 jam

Yang menarik adalah waktu menunggu, ada macam-macam orang lewat, salah satunya

Seorang bapak dengan anaknya (mungkin) yang sudah besar

Menawarkan wirid, tasbih dan buku yasin

Dalam hati banyak sekali pikiran melintas

Duh, begitulah orang bertahan hidup

Menjajakan barang dari jalan ke jalan

Guratan lelah namun tegar tersirat dari wajah dan suaranya

Terpancar juga kesabaran

Masih adakah pembeli untuk barang-barang yang dijajakan sperti itu

Satu kali pasti ketemu pembeli yang memang membutuhkan.

Inginnya bilang, ’Bapak datang saja hari ahad pagi. Pasti di sini ramai sekali..”

Tapi.. barangkali dia sudah tahu. Kelu lidah ini mengucapnya, khawatir disebut merendahkan, mengasihani, tapi bagaimanapun ingin membantu, walau hanya dengan doa.

Begitu ya, kalo jadi pedagang

Harus terbiasa dengan penolakan

Di salman juga sering

Orang-orang, anak-anak, pengamen menawarkan amplop

Tak segan menengadahkan tangannya, mengemis

Aku pun, haruskah pula terbiasa menolaknya

Mengingat ongkos yang kupunya pas-pasan

Aku juga masih belajar mencari uang

...

Dan kami pun berlalu meninggalkan TKP, menuju kampus menara gading

Dengan sebersit renungan,

‘Aku ingin bisa mengubah keadaan ini, bagaimanapun caranya... ‘

Para penghuni di bawah nama gajah ganesha, bisakah kau mendengarku?

Bisa kah kau membantuku memberikan solusi?

Tuesday, April 8, 2008

Ketika Aku Mendekati-Mu


Setiap manusia memiliki hakikat diri untuk bergantung kepada Zat yang maha agung, jauh lebih agung daripada dirinya yang fana. Oleh karena itu, di dalam diri dan jiwanya ia merasakan tidak dibiarkan sendirian. Bahkan, ia (merasakan) memiliki hubungan langsung dengan sebuah Mabda` (Sumber Utama) yang selalu memeliharanya, membantunya dan mengawasi segala pemikiran dan kelakuannya, Sumber Utama yang menguasai seluruh dunia dan seluruh makhluk dapat tegak karena-Nya.

Dalam Islam, mengenal Allah (ma’rifatullah) adalah persoalan penting dan wajib, karena hal ini menyangkut aqidah. “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat-tempat tinggalmu” (QS Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah Swt. menggunakan fi’il amr (kata kerja perintah) yang berarti wajib setiap Muslim untuk ma’rifah kepada Allah.


Kenal bukan hanya sekedar tahu. Ma’rifah adalah sebuah proses perpikir yang menghasilkan tindakan, baik berupa pernyataan maupun sikap. Imam Ghazali menyatakan bahwa ma’rifah adalah sebuah tingkatan kecerdasan, yaitu mengumpulkan dua atau lebih informasi untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Dan dari kesimpulan itulah muncul tindakan atau sikap. Bukan ma’rifah namanya bila apa yang diketahuinya tidak menghasilkan tindakan. Seseorang yang mengaku mengenal Allah, tapi tidak menghasilkan ketundukkan, ketaatan, loyalitas, dan penghambaan kepada Allah, sesungguhnya dia belum ma’rifah kepada Allah.

Ma’rifah kepada Allah dapat kita lakukan dengan cara memikirkan dan menganilisis semua ciptaan Allah di jagat raya ini. Rasulullah Saw. bersabda, “Tafakkaruu fi khalqillaah, walaa tafakkaruu fi dzatillaah.” Pikirkanlah ciptaan-ciptaan Allah, dan jangan pikirkan tentang Dzat Allah. Demikianlah Al-Qur`an banyak mendorong kita untuk mendayagunakan potensi akal kita untuk mengenal Allah. Barang siapa yang mengenal Tuhan-nya, maka ia akan mengenal dirinya.

Salah Jurusan! Am I Lost??

Katsumoto : Do you think a man can change his destiny?

Nathan Algreen : ... i think a person should do his best, until he found his destiny.

(The last Samurai, movie)

Kalau diingat lagi, mengapa dulu saya memilih jurusan farmasi, ah sepertinya suatu alasan yang sangat naif; Menyesuaikan dengan prestasi di sekolah, sayang kalau masuk yang passing gradenya lebih rendah dan khawatir tidak lulus kalau memilih yang lebih tinggi. Hm, does it sound logic to you? It did to me.

Namun, sepertinya itu bukanlah alasan yang tepat jika kita ingin memutuskan sesuatu, apalagi suatu pilihan yang menentukan arah hidup dan profesi kita. Yang saya tahu adalah dulu saya ingin sekali masuk ITB, perguruan tinggi tempat berkumpulnya anak-anak muda unggulan dari seluruh Indonesia dan menjadi apoteker sepertinya bagus. Dengan alasan itu, saya tidak menyesal sampai saat ini, karena memang saya bertemu orang-orang yang tak hanya baik, tapi juga hebat!

Adapun soal farmasi, di tahun kedua saya mulai merasa ‘I’m not that in to’, tapi ada yang bilang kalau sudah tahun ketiga, ga usah menyesal, jalani saja. Betulkah? Betul, apapun hal yang mendorong kita pada awalnya, jangan jadikan itu alasan untuk berhenti melangkah. Well, dulu saya ingin masuk seni rupa ITB atau arsitektur, karena saya gandrung melukis dan menggambar sketsa. Sepertinya gengsi mengalahkan keinginan :p , dan ketika saat-saat berat di S1 muncul, keinginan itu semakin kuat. Seandainya dulu saya paham bahwa jika kita benar-benar menginginkan sesuatu dan mau berkorban untuknya tentulah kita akan sampai pada cita-cita itu.

Namun, Allah memang Maha Merencanakan, saya kemudian menyukai lebih banyak aspek di farmasi (selain apoteker). Dan semua pengalaman itu akan terakumulasikan, membentuk berbagai reaksi kimia dan kejadian fisika yang mengejawantah dalam setiap karya kita. Ilmu, yang kita serap, orang-orang yang kita kenal, dan tindakan yang kita kerjakan, semuanya akan menuntun pada kesempatan dan karya yang lebih besar.

So, apapun sebab yang membuat kita seperti saat ini atau jika kita tidak tahu apa tujuan kita, jangan jadikan itu alasan untuk berhenti maju. Jalankan saja apa yang ada di hadapan dengan sungguh-sungguh. Karena Allah sudah mengatur rizki kita, kita hanya perlu menyempurnakan ikhtiar. Saya terkesan dengan perkataan seorang sahabat, perjalanan hidupnya sangat menarik, loncat dari satu minat ke minat lain, satu profesi ke profesi lainnya, (orang mungkin bilang ‘ga jelas’. but, i am amazed by her), dia bilang, “I do not worry for my future, i’m curious what the future have prepared for me..”. and she’s goin on and strong.

Well, attitude does make your life 100%. Coba saja hitung, jika huruf alfabet diurutkan dari angka 1, 2, 3, 4, dst dan jumlahkan angka-angka pada huruf ATTITUDE, dapat angka 100 lho. ^^

Regards,

Lesly